Peningkatan Angka Pernikahan di Korea Selatan dan China

Mancanegara – Sebuah fenomena menarik terjadi di Korea Selatan dan China yang mungkin menjadi pembahasan hangat bagi masyarakat di seluruh dunia. Untuk pertama kalinya dalam 12 tahun terakhir, angka pernikahan di Korea Selatan mengalami peningkatan yang signifikan. Hal serupa juga terjadi di China.

Kedua negara tersebut menghadapi masalah serupa dalam hal menurunnya angka pernikahan, dan kini mereka menggunakan berbagai cara untuk mendorong agar lebih banyak warga mau menikah.

Salah satu upaya yang dilakukan adalah membuat harga rumah di Korea Selatan dan mahar kawin di China lebih terjangkau. Hal ini bertujuan untuk mengurangi beban finansial yang sering menjadi alasan utama mengapa banyak pasangan enggan menikah.

Dengan biaya yang lebih terjangkau, diharapkan lebih banyak warga yang merasa nyaman untuk memutuskan melangkah ke pelaminan.

Menurut pejabat berwenang di Korea Selatan, peningkatan angka pernikahan terjadi sebagai dampak dari pandemi Covid-19. Banyak pasangan yang sebelumnya menunda pernikahan akibat ketidakpastian ekonomi dan situasi kesehatan yang tidak menentu.

Namun, seiring dengan pemulihan ekonomi dan vaksinasi yang luas, kebanyakan dari mereka akhirnya memutuskan untuk menikah pada akhir 2022 dan awal 2023.

Tidak hanya di Korea Selatan, China juga menghadapi tantangan serupa dalam hal menurunnya angka pernikahan. Meskipun memiliki populasi yang besar, angka pernikahan di negara tersebut telah menurun secara signifikan dalam beberapa tahun terakhir.

Untuk mengatasi hal ini, pemerintah China telah mengambil langkah-langkah konkret untuk membuat pernikahan lebih menarik bagi warga.

Salah satu langkah yang diambil adalah mengurangi mahar kawin yang harus dibayarkan oleh calon pengantin pria kepada keluarga calon pengantin wanita.

Tradisi ini telah menjadi beban finansial yang berat bagi banyak pria di China, terutama di daerah pedesaan di mana mahar kawin seringkali sangat tinggi. Dengan mengurangi mahar kawin, diharapkan lebih banyak pria yang merasa termotivasi untuk menikah.

Selain itu, pemerintah China juga telah memberikan insentif finansial bagi pasangan yang memutuskan untuk menikah. Insentif ini mencakup bantuan keuangan dan tunjangan perumahan bagi pasangan yang baru menikah. Langkah ini diharapkan dapat memberikan dorongan tambahan bagi pasangan muda untuk memulai kehidupan berumah tangga mereka.

Meskipun langkah-langkah ini terbilang efektif dalam meningkatkan angka pernikahan, masih ada tantangan yang perlu diatasi. Salah satunya adalah perubahan pola pikir masyarakat terkait perkawinan.

Di kedua negara ini, tren menunda pernikahan dan memilih untuk tidak menikah sama sekali telah menjadi semakin umum, terutama di kalangan generasi muda.

Oleh karena itu, selain dari langkah-langkah kebijakan, juga diperlukan upaya untuk mengubah persepsi dan sikap masyarakat terhadap pernikahan.

Pendidikan tentang pentingnya komitmen dalam hubungan, manfaat keluarga yang stabil, dan dukungan sosial bagi pasangan yang menikah dapat menjadi langkah-langkah yang penting dalam mengatasi masalah ini.

Secara keseluruhan, peningkatan angka pernikahan di Korea Selatan dan China menunjukkan bahwa upaya pemerintah dalam mendorong pernikahan bisa memberikan dampak yang signifikan. Namun, untuk mencapai perubahan yang berkelanjutan, perlu adanya upaya bersama dari berbagai pihak, termasuk pemerintah, masyarakat, dan lembaga sosial lainnya.

Dengan demikian, diharapkan angka pernikahan di kedua negara ini dapat terus meningkat dalam jangka panjang, menciptakan masyarakat yang lebih stabil dan sejahtera.