Dhanesanews – Tradisi pemberian Tunjangan Hari Raya (THR) telah menjadi bagian penting dari budaya Indonesia, terutama menjelang perayaan Hari Raya Idul Fitri. THR merupakan tambahan gaji yang diberikan oleh pengusaha kepada karyawan mereka sebagai bentuk apresiasi dan bantuan menjelang perayaan Idul Fitri. Namun, sedikit yang mengetahui asal usul dan sejarah di balik tradisi ini.
Sejarah THR di Indonesia dapat ditelusuri kembali ke era 1950-an. Pada masa itu, negara sedang dalam proses pembangunan pasca-kemerdekaan dan perjuangan untuk mencapai stabilitas ekonomi. Pemberian THR pertama kali diatur secara resmi dalam Peraturan Pemerintah No. 33 tahun 1950 tentang Pembayaran THR bagi pekerja di sektor swasta.
Tujuan utama dari pemberian THR pada awalnya adalah untuk meningkatkan daya beli masyarakat jelang Idul Fitri, sehingga mereka dapat merayakan hari raya dengan lebih layak dan meriah. Selain itu, pemberian THR juga diharapkan dapat memberikan dorongan ekonomi yang signifikan bagi para pekerja dan pasar domestik secara keseluruhan.
Namun, pemberian THR tidak selalu berjalan lancar sejak awal. Pada awalnya, banyak perusahaan yang enggan atau kesulitan memberikan THR kepada karyawan mereka karena kondisi ekonomi yang belum stabil dan tantangan dalam mengelola keuangan perusahaan. Hal ini menyebabkan protes dan demonstrasi dari serikat pekerja yang menuntut hak mereka untuk menerima THR sesuai dengan Peraturan Pemerintah.
Meskipun demikian, seiring berjalannya waktu, tradisi pemberian THR menjadi semakin terpatri dalam budaya perusahaan di Indonesia. Hal ini tidak hanya karena regulasi pemerintah, tetapi juga karena kesadaran akan pentingnya memperhatikan kesejahteraan karyawan sebagai aset berharga bagi kesinambungan bisnis.
Selain itu, tradisi pemberian THR juga memiliki nilai-nilai sosial dan budaya yang dalam masyarakat Indonesia. Pemberian THR dianggap sebagai bentuk kepedulian dan kebersamaan antara pengusaha dan karyawan, serta sebagai wujud syukur atas rezeki yang diberikan oleh Tuhan.
Namun, meskipun tradisi pemberian THR telah menjadi bagian tak terpisahkan dari budaya perusahaan di Indonesia, masih ada beberapa tantangan yang dihadapi. Salah satunya adalah dalam hal penentuan besaran THR yang adil dan layak bagi semua pihak, mengingat disparitas ekonomi dan kondisi bisnis yang beragam di seluruh negeri.
Di samping itu, perubahan dinamika ekonomi global dan lokal juga turut memengaruhi implementasi tradisi pemberian THR. Perusahaan-perusahaan harus tetap bijak dalam mengelola keuangan mereka agar tetap dapat memenuhi kewajiban THR tanpa mengorbankan kelangsungan operasional mereka.
Dalam konteks masa pandemi COVID-19 yang melanda, tradisi pemberian THR juga mengalami adaptasi. Banyak perusahaan yang menghadapi tekanan finansial akibat pandemi ini memilih untuk menggeser atau menunda pembayaran THR sebagai salah satu strategi dalam menjaga kelangsungan bisnis mereka.
Namun demikian, semangat dan makna di balik tradisi pemberian THR tetap kuat dan relevan. Hal ini menunjukkan betapa pentingnya solidaritas dan kebersamaan dalam menghadapi tantangan ekonomi maupun sosial yang mungkin dihadapi oleh masyarakat Indonesia.
Dengan demikian, sejarah dan perkembangan tradisi pemberian THR di Indonesia tidak hanya mencerminkan dinamika ekonomi dan sosial masyarakat, tetapi juga menggambarkan nilai-nilai kebersamaan dan saling menghormati antara pengusaha dan karyawan sebagai bagian integral dari pembangunan bangsa.