Kota Nopan – Sebuah fenomena menarik tengah terjadi di wilayah Kecamatan Kotanopan, Kabupaten Mandailing Natal (Madina).
Aktivitas “mancetek” atau pencetakan material pasir dan batu di sekitar area pertambangan emas telah menjadi bagian hidup bagi sebagian warga, terutama kaum ibu dan kaum lelaki di sana.
Awaluddin (47 tahun), salah seorang warga Tambangan, telah menjalani kehidupannya dengan melakukan mancetek sebagai sumber rezeki menjelang hari raya.
“Saya datang ke lokasi tambang ini, disambut baik oleh semua orang di sini. Mereka memberikan karpet, karangen (krikil), bahkan sering mengajak sahur bersama,” ungkap Awaluddin.
Di tengah semangat gotong royong dan solidaritas yang terjalin di antara para tukang cetek, Awaluddin menegaskan bahwa label “mafia” yang sering disematkan kepada para penambang di media tidaklah tepat.
“Saya hanya membawa badan yang lemah ini, di sini tidak ada mafia. Hanya manusia-manusia berhati malaikat,” tambahnya dengan mantap.
Aktivitas mancetek sendiri awalnya banyak dilakukan oleh kaum lelaki, namun dalam beberapa tahun terakhir, perempuan, terutama ibu-ibu, juga turut serta dalam kegiatan ini.
Mencari rezeki di sekitar alat berat yang mencari material galian C di Sungai Batang Gadis, mereka menggunakan terpal dan dulang untuk mengumpulkan material pasir dan batu.
Alat berat yang beroperasi di wilayah Kotanopan telah mengubah pemandangan sosial ekonomi di sana. Ratusan warga kini terlibat aktif dalam mancetek, mengumpulkan material yang kemudian mereka dulang untuk mendapatkan emas.
“Hasil mancetek ini kami gunakan untuk biaya rumah tangga dan keperluan sekolah anak-anak,” jelas Awaluddin.
Tidak hanya sebagai cara untuk bertahan hidup di tengah harga komoditas yang merosot, mancetek juga menjadi alternatif bagi warga setempat yang sering dihadapkan dengan masalah harimau liar di area pertanian mereka.
Meski kondisi kerja yang keras dan tak pasti, semakin hari, jumlah tukang cetek semakin bertambah. Aktivitas ini memberikan harapan baru bagi warga Kotanopan untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari.
Dengan solidaritas yang terjalin erat di antara para tukang cetek, mereka membuktikan bahwa di Kota Nopan, tidak ada mafia.
Yang ada hanyalah manusia-manusia sederhana dengan hati yang tulus dan berhati malaikat. Dalam keberagaman pekerjaan dan kehidupan sehari-hari, mereka tetap bersatu untuk mencari nafkah dan menjalani kehidupan dengan penuh semangat dan kebersamaan.