Jakarta – Kasus pembantaian enam Badak Jawa di Taman Nasional Ujung Kulon (TNUK) Kabupaten Pandeglang, Banten, menghebohkan masyarakat setelah Suhendi (32) beserta lima rekannya berhasil ditangkap oleh Polda Banten. Motif mereka? Uang. Satu-satunya taji Badak Jawa bisa dihargai antara Rp200 juta hingga Rp300 juta di pasar gelap.
Menurut Wadirkrimum Polda Banten, Kombes. Pol. Dian Setyawan, Suhendi dan kelima rekannya melancarkan aksinya tanpa adanya pesanan langsung. Mereka tergiur oleh nilai jual cula Badak Jawa yang tinggi.
Senjata yang digunakan untuk membunuh Badak Jawa adalah senjata api laras panjang jenis Mauser, didapatkan dari pasar gelap. “Tidak ada permintaan spesifik, mereka hanya tahu bahwa cula Badak ini memiliki nilai ekonomis yang tinggi,” ungkap Dian.
Kisah tragis ini bermula dari warga Kampung Ciakar, Desa Rancapinang, Kecamatan Cimanggu yang berani melancarkan perburuan Badak Jawa di siang hari. Suhendi dan kawan-kawannya, yaitu Haris, Sukarya, Sahud, Nur, dan Icut, diberi tugas khusus untuk memotong cula Badak Jawa.
Yang mengherankan adalah bagaimana mereka bisa beraksi begitu leluasa di TNUK meskipun ada aktivitas pembangunan Javan Rhino Study and Conservation Area (JRSCA) sejak tahun 2021.
Kepala Balai TNUK, Ardi Andono, menjelaskan bahwa lokasi perburuan Badak Jawa dan titik pembangunan JRSCA berjarak cukup jauh. Selain itu, kondisi hutan yang rimbun membuat suara tembakan Mauser tidak terdengar.
Pemerintah dan pihak berwenang terus meningkatkan pengawasan terhadap TNUK untuk melindungi satwa-satwa langka seperti Badak Jawa.
Kasus ini menjadi peringatan keras bahwa perdagangan ilegal satwa dilindungi masih merupakan ancaman serius terhadap keberlangsungan spesies langka di Indonesia.
Polda Banten kini tengah mendalami kasus ini untuk mengungkap jaringan dan pihak-pihak terlibat. Pembunuhan sadis terhadap Badak Jawa yang terancam punah menunjukkan betapa pentingnya pengawasan yang ketat terhadap kegiatan ilegal di kawasan-kawasan konservasi.
Kepedulian masyarakat dan kerja sama yang kuat antara pemerintah, pihak berwenang, dan organisasi konservasi menjadi kunci utama dalam melindungi harta karun alam Indonesia.
Diharapkan, kasus ini memberikan pelajaran berharga bagi semua pihak untuk lebih proaktif dalam melindungi dan melestarikan keanekaragaman hayati yang ada.